Wednesday, June 15, 2005

REMPEYEK KACANG

Suatu malam di klinik, menggantikan teman. Aku baru selesai memeriksa anak seorang ibu yang tidak percaya bahwa putrinya yang cantik itu terkena radang tenggorokan, dan tidak ada tanda-tanda yang mengarah ke demam berdarah (saat itu sedang musim). Sang ibu sibuk meyakinkan dokternya (yaitu aku) bahwa anaknya perlu pemeriksaan lab dan dirujuk ke rumah sakit. Sang putri menangis mendengar ide sang mama. Adik si cantik yang ikut serta mentertawakan kakaknya, berlarian di sekeliling kamar, sibuk mengeksplorasi ini itu dan berkali-kali menyela mamanya, merayuku untuk meminjamkan stetoskop. Jadi pingin ketawa :p.
Hiruk pikuk akhirnya reda juga. ”Ffffhhh...” aku menyandar di kursi, lega. Sejak tadi sore hanya sempat break untuk sholat maghrib. Perawat masuk sebentar, mengingatkan sudah jam 10 lebih, waktunya pulang. Aku merunduk membereskan tasku yang ada di dalam biro. Saat mengangkat kepala...duh, kagetnya..!
Seorang nenek berdiri di depanku tersenyum lebar, memamerkan satu dua giginya. Kulitnya hitam kelam, wajah tirus dengan sorot mata bulat yang inosen, sanggul kecil agak berantakan pada rambut yang sudah menipis dan beruban. Nenek itu langsung melepas stagen dan mengendurkan kainnya lalu berbaring telungkup diatas bed. ”Suntik kuat ” katanya sambil menunjuk ke pantat. Agak tidak paham, aku bangkit mendekat. ” Suntik apa Bu?” Senyumnya masih lebar. ”Suntik merah, biar sehat” jawabnya. Oh, aku tahu maksudnya. Kuberikan injeksi neurotrop (yang warnanya merah) 1cc. ”Sampun Bu..” Nenek itu turun dari bed. ”Terima kasih bu dokter. Sudah lama tidak suntik. Badan rasanya tidak karuan, sekarang langsung enak!”. Memakai kembali kainnya, lalu menunjuk ke matanya. ”Mata kabur. Blawur. Pyur-pyuran” katanya. Kuperiksa dengan penlight. Katarak imatur. Baru mau aku jelaskan, nenek itu bangkit,”Terima kasih bu dokter, sudah enakan,”sambil tetap tersenyum lebar,pamit dan keluar. Aku tertegun kagum oleh kecekatannya. Perawat masuk kembali. ”Ini Bu, CM pasien tadi. Sudah langganan kok disini, setiap bulan mesti suntik, katanya biar sehat..” Aku mengisi CM sambil mendengar mbak perawat bercerita bahwa nenek tadi sebatang kara, sehari-hari berjualan daun pisang di pasar bulu. Oleh klinik dibebaskan dari biaya periksa. Syukurlah.
Kuserahkan kembali CM ke mbak perawat dan ia menyodorkan plastik hitam di tangannya. ” Apa ini, mbak?” ”Dari pasien tadi, Bu. Kebiasaan kalo periksa mesti bawa oleh-oleh” “Buat mbak saja”.”Oh, kita semua dapat kok Bu”. Kubuka isinya. Lima buah rempeyek kacang, tebal-tebal dan gosong. “Katanya buatan sendiri, Bu. Diwanti-wanti harus dimakan lho.”
Menuku malam itu berjudul: rempeyek ‘izzah’, digoreng oleh seorang nenek dengan mata katarak, yang kuat keinginannya untuk menjaga kehormatan diri. Subhanallah.
(neurotrop : vitamin B6&B12, katarak imatur: katarak yang belum seluruh lensa mata terkena, penlight: senter kecil)

4 comments:

joenia said...

huahahahaah:), aduh ada-ada aja yah Fi...pengalamanmu bener2x beraneka ragam yah..tapi jgn pingsan lagi yah...makan yg bener neng:)

/ n i k k / said...

hmm...

alkisah,
ada seorang nenek yang jarang sekali dikunjungi cucunya.
dia memendam rindu yang amat sangat kepada cucunya itu.
ironisnya, cucu nenek itu tahu bahwa neneknya merindukannya, namun tidak sekalipun terbersit rasa ingin bersilaturahmi kepadanya.

Semoga masih ada ampunan dari-Nya.

tantri said...

aku baru tahu kamu pindah sini...
oh ya, apdet lagi dong

Dr. dr. Thohar said...

Ihhh adik satu ini tulisannya bagus juga.
Keep nulis ya?
di tunggu kisah kisah lutunya.
kapan berangkat? call me kalau dah sampai.
Wasalam
Gammbare lepp.